Pidato dari bakal calon presiden (Bacapres) Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP), Anies Baswedan, menampilkan kepemimpinan yang cerdas, visioner, dan pemahaman yang mendalam terhadap masalah-masalah yang dihadapi. Selain memiliki gagasan-gagasan brilian untuk masa depan bangsa, Anies juga mampu menggali akar sejarah bangsa untuk memperkuat kesadaran akan tujuan bersama untuk menciptakan kesetaraan dan kesemakmuran di antara seluruh anak bangsa.
Pidato Anies tidak hanya menginspirasi kita untuk bangkit, tetapi juga mengajarkan pentingnya kedaulatan dalam menghadapi ancaman terhadap kebangsaan kita baik di masa sekarang maupun yang akan datang. Berikut ini intisari dari bagian pertama pidato Anies yang disampaikan dalam deklarasi relawan Anies Baswedan, Amanat Nasional (ANIES), di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, pada hari Ahad (7/5/2023).
Anies mengawali pidatonya dengan mengingatkan kita tentang perjalanan bangsa Indonesia yang panjang dan besar sejak tahun 1928. Pada tahun tersebut, masyarakat nusantara yang berada di Jakarta memutuskan untuk menjadi satu bangsa, memiliki satu tanah air, dan satu bahasa persatuan. Keputusan ini merupakan langkah besar dalam membentuk Indonesia pada tahun 1928, menjadi satu bangsa dengan satu bahasa persatuan.
Kemudian, setelah 17 tahun berlalu, Indonesia merdeka dan menjadi negara Republik Indonesia. Hal ini merupakan langkah kedua yang penting dalam perjalanan bangsa Indonesia. Anies mengingatkan bahwa para pendiri Republik tidak hanya menyusun cita-cita bagi seluruh rakyat, tetapi juga berjuang untuk mewujudkan janji kemerdekaan yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945. Ini merupakan langkah ketiga dalam perjalanan bangsa.
Anies juga menyoroti bahwa pada tahun 1950, Indonesia menegaskan kembali bahwa negara ini bukanlah sekumpulan negara kecil, melainkan negara kesatuan yang solid. Hal ini terjadi melalui Mosi Integrasi yang menyatukan seluruh wilayah Indonesia. Inilah langkah keempat dalam perjalanan bangsa.
Namun, Anies menekankan bahwa meskipun Indonesia memiliki wilayah yang sama, bahasa yang sama, dan negara yang sama, namun tingkat kemakmuran masih berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam perjalanan ke depan, Anies berbicara tentang melaksanakan janji kemerdekaan yang mengharuskan kita menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan ke depan adalah menciptakan satu perekonomian dan satu kesemakmuran, bukan kemakmuran yang tinggi di satu kota dan rendah di wilayah lainnya, atau kemakmuran yang tinggi di satu pulau dan lemah di tempat lainnya. Anies ingin mengatasi ketimpangan semacam itu untuk kepentingan semua pihak.
Anies menjelaskan bahwa konsep satu kesemakmuran adalah mengenai meratakan kesejahteraan di seluruh Indonesia. Ia memberikan contoh pengalaman di Jakarta sebagai pendekatan untuk mencapai kesemakmuran tersebut. Anies mengungkapkan bahwa di Jakarta terdapat pulau yang sebelumnya terabaikan, yaitu Pulau Sebira. Pulau ini berada jauh dari daratan Jakarta dan selama puluhan tahun tidak memiliki akses listrik, kesulitan air bersih, serta minim fasilitas kesehatan dan pendidikan.
Namun, melalui upaya pembangunan yang dilakukan, Pulau Sebira kini telah mendapatkan fasilitas listrik lengkap, air bersih, serta akses penuh terhadap kesehatan dan pendidikan. Anies menganggap hal ini sebagai komitmen untuk menciptakan kesemakmuran di Jakarta. Selain itu, melalui pembangunan Pulau Sebira, pesan disampaikan kepada 11 pulau lainnya yang berada di luar daratan Jakarta, bahwa mereka juga berhak mendapatkan fasilitas dan kesejahteraan yang sama.